Satu Bulan di Australia
Tanpa terasa, tepat sudah satu bulan saya tinggal di Australia, tepatnya di Sydney, salah satu kota paling mahal di dunia. Cerita tentang apa-apa mahal akan diulas nanti. Sekarang saya hanya mau curhat.. *lah, biasanya juga ini blog isinya cuma curhat*.
Ajaran Rasulullah Saw agar umat muslim berhijrah untuk belajar menjadi pribadi yang lebih baik benar-benar saya rasakan. Kalau Kanjeng Nabi hijrah dari Mekkah ke Madinah, saya masih tahap hijrah dari Bogor ke Sydney. Sedih? Awalnya iyalah sedih.. Meninggalkan kenyamanan tiada tara di rumah menuju negeri antah berantah. Rasanya seperti judi, otak saya tak lepas dari kalkulasi beragam rencana dan prediksi. Apalagi pas di bandara diantar keluarga dan saya harus pura-pura tegar masuk ke boarding room, meninggalkan Bapa, Ibu dan Adik dengan perasaan campur aduk. Namun, seperti kata tulisan adik saya, Bani, bahwa seringkali hidup harus pura-pura berani.
Allah memang Maha Baik. Super-Maha-Gigantis kebaikan-Nya untuk saya. Injury time penerbangan ke Sydney, saya dapat teman seperjalanan. Lumayan kan bisa jagain saya yang jago banget nyasar. Kan nggak lucu kalau nyasarnya sampai ke Praha (plak). Sampai di Sydney, dijemput teman lagi dan diantar ke hostel. Ketemu teman lain, kenalan, jalan-jalan, dan keliling kota. Berkat teman-teman ini juga saya langsung dapat pekerjaan part time. Kemudian dengan mudah langsung dapat flat di lokasi strategis.
Lalu, ada cerita apa aja selama satu bulan ini?
"Education isn't something you can finish." ~Isaac Asimov.
Tiap orang punya tujuan berbeda datang ke Negeri Selatan ini. Beberapa ingin kerja, sebagian ingin liburan, saya sendiri ingin belajar. Obsesi saya kan dari dulu pengen kuliah di luar negeri. Maka, saya pun mendaftar short course di University of Sydney jurusan Creative Writing. Beberapa teman penasaran apa saya ambil S3, S2 lagi, atau gimana. Saya pribadi bukan tipe pencari jenjang pendidikan. Kalau ada ilmu yang saya suka, ya pengen belajar. Short course menjadi jalan paling cocok karena saya bisa mengambil mata kuliah beberapa saja yang saya butuhkan. Dan bayarannya relatif murah (ini penting), meski murah versi Sydney. Saat ini saya mengambil 2 mata kuliah untuk 2 bulan. Nanti kalau sudah selesai, saya bisa ambil mata kuliah lain. Bedanya sama kuliah reguler? Sama aja sih... Ada profesor, ada murid, ada kelas, ada PR yang banyak, harus baca buku dan jurnal. Hanya saja nggak ada ujian... Eh gatau juga deng, kan belum selesai kuliahnya. Hahahah.
Ini kampus, bukan kastil Disney! |
Interviewer: So, why do you want this job? | Me: I need money.
Selain kuliah, saya juga kerja part-time sebagai room attendant di hotel. Itu loh, tukang bersih-bersih kamar kalau kalian nginep di hotel. Awal-awal kerja, sumpah ya Gusti tolong hambamu iniiiiii... Saya yang nggak pernah kerja fisik, langsung kerja fisik cape banget.. Tangan saya yang sehalus kulit bayi sekarang jadi sekasar tapas cuci piring. Belum lagi karena nggak terbiasa beberapa kali luka-luka. Pengen nangis tapi ga jadi karena gajinya gede. Hahaha... Di sini hampir semua pekerjaan dibayar per jam, jadi pemilik perusahaan bener-bener menghitung harus seberapa efektif karyawan bekerja. Nggak ada cerita lagi kerja bisa main Facebook atau chatting wasapan. Waktu kerja ya kerja! Alhamdulillahnya, saya kerja di hotel yang banyak pengunjung, jadi selalu dapat jam kerja lumayan. Meski tetep kalau pulang kerja perlu baluran counterpain.
Plis setelah kalian baca ini, kalau nginep di hotel, jangan sengaja kotor-kotorin kamarnya.. Bersihinnya capeeekkk |
Unexpected friendships are the best one
Teman-teman Indonesia yang saya temui di Sydney sebelumnya nggak ada yang saya kenal di Indonesia. Kami semua baru ketemu dan seneng banget karena bisa akrab dan kompak. Nggak jarang kami kumpul untuk piknik bareng atau sekedar nongkrong sambil makan cemilan. Teman dari negara lain pun nggak kalah seru. Saya tinggal bersama 2 gadis Korea, 1 gadis Jepang, dan 2 gadis Thailand. Semuanya seru-seru dan kami juga sering jalan bareng. Namanya tinggal satu flat, ya sering bareng-bareng baik itu masak, belanja mingguan, nyuci, atau curhat-curhatan. Kami juga saling menjaga dan perhatian kalau ada yang pulang malam atau kelupaan bawa kunci flat. Hahaha... Bagusnya, karena kami dari negara beda-beda, jadi ngobrolnya pasti pake bahasa Inggris. Ini penting untuk meningkatkan skill conversation. Teman-teman sekelas di kampus juga seru-seru. Mereka pinter-pinter, bikin saya sering minder. Tapi mereka memaklumi kalau saya rada lemot karena keterbatasan pemahaman bahasa dan mau mengajari kalau saya tanya-tanya. Meski bagi profesor, PR tetaplah PR yang harus dikerjakan sebaik mungkin.
aslinya fotonya banyaaaaakkk |
Family. Where life begins. And love never end.
Terimakasih jaringan internet masa kini yang mendekatkan jarak dan waktu. Saya dan keluarga komunikasi tiap hari. Seminggu satu atau dua kali saya telepon ke rumah, cerita macam-macam. Pertanyaan ortu selalu sama: Teteh sehat? Iya, yang penting sehat karena biaya berobat di Sydney mahal. Hahaha... Sejak merantau gini, saya justru makin sadar bahwa keluarga adalah segalanya. Apa pun yang terjadi, kalau udah nelepon rumah rasanya seperti nge-cas energi. Saya juga percaya bahwa segala kemudahan yang saya dapat selama merantau pasti karena doa keluarga.
Foto sebelum saya berangkat ke Negeri Selatan |
"Ketika kamu menginginkan sesuatu, seisi alam semesta akan berkonspirasi untuk membantumu mewujudkannya." ~Ini quotes siapa ya?
Satu bulan di Sydney menjadi semacam jawaban dari doa-doa saya. Bayangan saya dulu tuh kuliah di luar negeri, punya temen-temen dari negara beda-beda, piknik ke tempat-tempat kece, kerja part time untuk hidup mandiri, bisa pakai mantel ala-ala film Holywood saat dingin, dan jadi bagian dari para pejalan kaki yang berbondong-bondong nyebrang jalan di zebra cross saat jam sibuk. Remeh banget emang bayangannya. Hahaha..
Satu bulan di Sydney. Tidak mudah, tapi juga tidak nestapa. Pastinya saya bersyukur bisa belajar banyak hal di sini. Saya yang malas bangun pagi sekarang selalu bangun pagi. Biasanya males beresin kamar, sekarang sehari bisa beresin 10 ruang apartemen kinclong! Kalau dulu di Indonesia hobi ke mall hedon, sekarang ngatur uang sehemat mungkin. Karena di Sydney apa-apa tepat waktu, mau nggak mau saya terbawa mengatur kapan kerja, kuliah, bikin PR di sela-sela waktu, pergi ke perpustakaan, dan main-main juga tentunya.
Ini postingan udah panjang. Masih ada cerita lagi nanti...
Blue Mountain. Setelah saya foto di sini, tiga hari kemudian ada yang kepleset di tebing ini dan meninggal. |
Love is real, real is love. -John Lennon-
Comments
Btw, quotes itu dr Paulo Coelho bukan ya? Hmm... Aku senang kutipannya, meski gak tau siapa yang bilang xD
Bener sih Mbak, kalau mau berkembang ya harus hijrah. Apa pun tujuannya yang penting niatan baik. Semoga aku pun bisa nyusul kayak Mbak, meskipun masih hijrah antarkota :))
Btw... pas baca postingan rasanya ikutan seneng dan deg2an... lalu tiba-tiba caption foto yang terakhir membuat mendadak horor. Hahaha.
Semangat! Dan ditunggu postingan berikutnya!
Hara Hope | www.harahope.com
Assalamualaikum Rhein, saya selalu Menunggu apdet-an Blog ini.. menginspirasi dan memberi semangat apalagi disaat bosan dengan rutinitas kantor yang sepertinya saya selalu kurang bersyukur..hingga selalu ingin Resign *tersadar.. Hah Harus SEMANGAT..
terima kasih Rhein atas tulisannya.. dan ditunggu entry berikutnya..
Tetap Semangat dan Sukses untuk Rhein.. :)
Saya membaca blog anda sampai belajar di Australia berangkat dari review Kobo ereader-nya. Kebetulan saya juga baru mendapatkan Kobo Aura H2O dari JB Hifi di Newcastle. Semester lalu saya mengajar di University of Sydney tepat di bangunan klasik latar belakang poto tersebut pas dekat Nicholson Museum. Kalau ada waktu silahkan main-main ke Newcastle, hanya 2 jam di utara Sydney. Trims.