Tuhan Sedang Bercanda dan Aku Suka
Rhein mau curhat tentang kejadian yang bikin otak dan hati ini think deeply, terus bersyukur banget. Rasanya campur aduk antara seneng, excited, bangga, kecewa, sedih, dan terharu. Berawal dari kurang lebih satu bulan lalu. Rhein dapet telepon dari salah satu perusahaan media terbesar di Indonesia. Kata bagian SDM nya, mereka membutuhkan editor dan Rhein diundang untuk ikut seleksi. Gimana rasanya? Seneng dan bangga, dong! Mereka tertarik pada profil Rhein, bahkan tanpa perlu kirim lamaran. Petualangan ikut seleksi untuk bergabung dengan perusahaan impian itu pun dimulai.
Tahap pertama seleksi adalah interview dengan HRD. Bertemu dengan banyak kandidat lain yang juga sesama 'pekerja media', ngobrol-ngobrol pengalaman di kantor masing-masing, dan nunggu antrian lama banget sampai sore. Dalam perjalanan pulang setelah seleksi, Rhein ditelepon dan lolos seleksi tahap satu menuju tahap berikutnya. Yeay! Makin excited karena dari sekian pelamar datang interview, yang lolos hanya 5 orang. Tahap kedua adalah seleksi skill pekerjaan. Menerjemahkan cuplikan buku impor, mengedit, dan menulis. Lagi-lagi, Rhein dikabari kalau lolos seleksi ke tahap berikutnya. Dari 5 orang, 3 orang lolos menuju seleksi psikotes. Di sini, Rhein mulai merasa tegang karena setahu Rhein, psikotes itu berguna untuk mencari sosok yang dibutuhkan perusahaan, bukan dari seberapa pintar orang tersebut (I'm smart, yes of course). Apalagi saingan Rhein tentunya nggak kalah tangguh. Tapi ya... Bismillah... Satu minggu setelah psikotes, hasil diumumkan, dan Alhamdulillah Rhein lolos lagi ke tahap berikutnya.
Kandidat yang tersisa 2 orang, yaitu Rhein dan 1 orang lagi lulusan sastra. Saingan berat, kan? Untuk posisi editor, jelas-jelas background pendidikan Rhein (fisika nuklir partikel) hubungannya jauuuuuuuhhhhh sekali. Seleksi kali ini interview terkhir dengan pihak redaksi. Di sini, Rhein excited banget bertemu pewawancara yang cerdas bukan main. Cerdas dalam arti pintar memberi pertanyaan kritis yang menjebak. Hahaha... Untunglah, Rhein nggak kalah cerdik. Hampir semua pertanyaan bisa dijawab. Dari interview yang 'hanya' satu jam lebih ini, Rhein belajar satu hal. Dalam hidup, kita harus punya rencana, kita harus memikirkan dan mempertimbangkan baik-baik setiap keputusan langkah yang akan diambil. Harus ada argumen kuat dibalik setiap pilihan, karena dari sanalah salah satu kepribadian kita dinilai. Setelah wawancara selesai, Rhein harus menunggu 1 kandidat lagi selesai diwawancara. Hasilnya? Rhein yang lolos. Benar sodara-sodara. Hanya Rhein satu-satunya kandidat yang tersisa! Gimana nggak seneng tinggal 1 langkah lagi bisa kerja di perusahaan yang jadi incaran banyak 'pekerja media'?
Tapi tunggu dulu, petualangan belum selesai. Rhein masih harus medical check up dan periksa dengan dokter perusahaan. Baiklah, medical check up pun Rhein jalani di salah satu rumah sakit di Jakarta. Lalu, bagaimana kondisi kesehatan Rhein? Alhamdulillah baik-baik saja. Sayangnya, ada kabar tidak menyenangkan, Rhein divonis menderita suatu penyakit. Kaget? Syok? BANGEETT!! Menurut informasi dari hasil medical check up, ada virus dalam tubuh Rhein yang butuh perawatan khusus, sehingga Rhein tidak bisa lolos menjadi karyawan perusahaan tersebut. JENG! JENG! JENG! Double shock! Segala jenis spekulasi berkecamuk di otak Rhein. Dari mana Rhein tertular penyakit itu padahal nggak pernah bersentuhan dengan metode penularan tuh virus. Rhein juga selama ini Alhamdulilah sehat-sehat aja meski aktifitas kantor seabrek, tiap weekend les, dan sering backpacking. Rhein juga udah divaksin dan menurut hasil medical check up keluarga sebelumnya, ga ada catatan Rhein punya penyakit tersebut, bahkan udah punya antibodinya. So, what the hell about this virus come from??! *sabar, Rhein... sabaaarr*
Syok nggak hanya menimpa Rhein. Keluarga and pacar juga nggak kalah syok plus sedih. Bukan hanya karena Rhein nggak lolos ke perusahaan impian, tapi karena gue sakit. Sakit? Helooo... se-sakit-sakitnya gue selama ini cuma demam, flu, maag, sama sedikit sakit jiwa kalau PMS. Akhirnya, setelah terima copy hasil medical check up dari perusahaan tersebut, nyokap ambil tindakan untuk tes lab ulang seluruh keluarga. Bokap, adek-adek, dan pacar nggak henti menghibur dan ngasih support. Kesehatan lebih penting daripada karir, meski toh selama ini gw sehat. Kalau pun bener Rhein sakit, alhamdulillah ketahuan sejak dini dan bisa langsung pengobatan. Jujur, satu sisi dari diri Rhein nggak terima. Gue nggak sakit, gue kecewa karena nggak lolos ke perusahaan itu padahal dari serangkaian seleksi selalu lolos. Gue punya skill dan potensi! *sabar, Rhein... sabaaarr*
Rhein sempat beberapa kali komunikasi sama pihak perusahaan, mengajukan argumen dan minta kesempatan. Beruntung pihak SDM perusahaan tersebut baik banget menanggapi, meski memang tetap pada keputusan nggak bisa menerima Rhein dan meminta Rhein untuk sembuh.
Akhirnya, setelah gw bolak-balik ke Prodia untuk cek darah ulang di lab, hasilnya gimana? GUE SEHAT! Ahlamaaaaakkkk... *tepok jidat*. Diagnosis Rhein terjangkit tuh virus bahaya nggak terbukti, negatif. How come? Setelah konsultasi dengan pihak Prodia dan gw wawancara, ada kemungkinan saat medical check up di rumah sakit tersebut, Rhein dalam kondisi nggak fit. Emang iya sih, saat itu Rhein baru pulang dari backpacking ke Dieng (bayangin aja, rafting dan hiking ke pegunungan capeknya kayak apa), dan pulang-pulang masih kondisi diare. Bisa jadi virus yang terdeteksi dalam perut dan darah itu ya virus diare. Ayolah, gue nggak keterima di perusahaan impian hanya karena mencret-mencret? Oh, I don't know...
Rasanya, gimana gitu ya mendapati kejadian kayak gini. Apakah Rhein merasa nggak beruntung, nggak bernasib baik? Jelas nggak... Malah dari kejadian ini Rhein menyadari banyak hal.
Tahap pertama seleksi adalah interview dengan HRD. Bertemu dengan banyak kandidat lain yang juga sesama 'pekerja media', ngobrol-ngobrol pengalaman di kantor masing-masing, dan nunggu antrian lama banget sampai sore. Dalam perjalanan pulang setelah seleksi, Rhein ditelepon dan lolos seleksi tahap satu menuju tahap berikutnya. Yeay! Makin excited karena dari sekian pelamar datang interview, yang lolos hanya 5 orang. Tahap kedua adalah seleksi skill pekerjaan. Menerjemahkan cuplikan buku impor, mengedit, dan menulis. Lagi-lagi, Rhein dikabari kalau lolos seleksi ke tahap berikutnya. Dari 5 orang, 3 orang lolos menuju seleksi psikotes. Di sini, Rhein mulai merasa tegang karena setahu Rhein, psikotes itu berguna untuk mencari sosok yang dibutuhkan perusahaan, bukan dari seberapa pintar orang tersebut (I'm smart, yes of course). Apalagi saingan Rhein tentunya nggak kalah tangguh. Tapi ya... Bismillah... Satu minggu setelah psikotes, hasil diumumkan, dan Alhamdulillah Rhein lolos lagi ke tahap berikutnya.
Kandidat yang tersisa 2 orang, yaitu Rhein dan 1 orang lagi lulusan sastra. Saingan berat, kan? Untuk posisi editor, jelas-jelas background pendidikan Rhein (fisika nuklir partikel) hubungannya jauuuuuuuhhhhh sekali. Seleksi kali ini interview terkhir dengan pihak redaksi. Di sini, Rhein excited banget bertemu pewawancara yang cerdas bukan main. Cerdas dalam arti pintar memberi pertanyaan kritis yang menjebak. Hahaha... Untunglah, Rhein nggak kalah cerdik. Hampir semua pertanyaan bisa dijawab. Dari interview yang 'hanya' satu jam lebih ini, Rhein belajar satu hal. Dalam hidup, kita harus punya rencana, kita harus memikirkan dan mempertimbangkan baik-baik setiap keputusan langkah yang akan diambil. Harus ada argumen kuat dibalik setiap pilihan, karena dari sanalah salah satu kepribadian kita dinilai. Setelah wawancara selesai, Rhein harus menunggu 1 kandidat lagi selesai diwawancara. Hasilnya? Rhein yang lolos. Benar sodara-sodara. Hanya Rhein satu-satunya kandidat yang tersisa! Gimana nggak seneng tinggal 1 langkah lagi bisa kerja di perusahaan yang jadi incaran banyak 'pekerja media'?
Tapi tunggu dulu, petualangan belum selesai. Rhein masih harus medical check up dan periksa dengan dokter perusahaan. Baiklah, medical check up pun Rhein jalani di salah satu rumah sakit di Jakarta. Lalu, bagaimana kondisi kesehatan Rhein? Alhamdulillah baik-baik saja. Sayangnya, ada kabar tidak menyenangkan, Rhein divonis menderita suatu penyakit. Kaget? Syok? BANGEETT!! Menurut informasi dari hasil medical check up, ada virus dalam tubuh Rhein yang butuh perawatan khusus, sehingga Rhein tidak bisa lolos menjadi karyawan perusahaan tersebut. JENG! JENG! JENG! Double shock! Segala jenis spekulasi berkecamuk di otak Rhein. Dari mana Rhein tertular penyakit itu padahal nggak pernah bersentuhan dengan metode penularan tuh virus. Rhein juga selama ini Alhamdulilah sehat-sehat aja meski aktifitas kantor seabrek, tiap weekend les, dan sering backpacking. Rhein juga udah divaksin dan menurut hasil medical check up keluarga sebelumnya, ga ada catatan Rhein punya penyakit tersebut, bahkan udah punya antibodinya. So, what the hell about this virus come from??! *sabar, Rhein... sabaaarr*
Syok nggak hanya menimpa Rhein. Keluarga and pacar juga nggak kalah syok plus sedih. Bukan hanya karena Rhein nggak lolos ke perusahaan impian, tapi karena gue sakit. Sakit? Helooo... se-sakit-sakitnya gue selama ini cuma demam, flu, maag, sama sedikit sakit jiwa kalau PMS. Akhirnya, setelah terima copy hasil medical check up dari perusahaan tersebut, nyokap ambil tindakan untuk tes lab ulang seluruh keluarga. Bokap, adek-adek, dan pacar nggak henti menghibur dan ngasih support. Kesehatan lebih penting daripada karir, meski toh selama ini gw sehat. Kalau pun bener Rhein sakit, alhamdulillah ketahuan sejak dini dan bisa langsung pengobatan. Jujur, satu sisi dari diri Rhein nggak terima. Gue nggak sakit, gue kecewa karena nggak lolos ke perusahaan itu padahal dari serangkaian seleksi selalu lolos. Gue punya skill dan potensi! *sabar, Rhein... sabaaarr*
Rhein sempat beberapa kali komunikasi sama pihak perusahaan, mengajukan argumen dan minta kesempatan. Beruntung pihak SDM perusahaan tersebut baik banget menanggapi, meski memang tetap pada keputusan nggak bisa menerima Rhein dan meminta Rhein untuk sembuh.
Akhirnya, setelah gw bolak-balik ke Prodia untuk cek darah ulang di lab, hasilnya gimana? GUE SEHAT! Ahlamaaaaakkkk... *tepok jidat*. Diagnosis Rhein terjangkit tuh virus bahaya nggak terbukti, negatif. How come? Setelah konsultasi dengan pihak Prodia dan gw wawancara, ada kemungkinan saat medical check up di rumah sakit tersebut, Rhein dalam kondisi nggak fit. Emang iya sih, saat itu Rhein baru pulang dari backpacking ke Dieng (bayangin aja, rafting dan hiking ke pegunungan capeknya kayak apa), dan pulang-pulang masih kondisi diare. Bisa jadi virus yang terdeteksi dalam perut dan darah itu ya virus diare. Ayolah, gue nggak keterima di perusahaan impian hanya karena mencret-mencret? Oh, I don't know...
Rasanya, gimana gitu ya mendapati kejadian kayak gini. Apakah Rhein merasa nggak beruntung, nggak bernasib baik? Jelas nggak... Malah dari kejadian ini Rhein menyadari banyak hal.
- Rhein Sehat. Alhamdulillah... ini rejeki yang paling patut disyukuri. Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
- Rhein punya keluarga yang bener-bener sayang dan support seburuk apa pun kondisi Rhein. Orangtua Rhein mencari solusi dari masalah yang dihadapi, nggak hanya sedih bertopang dagu. Adek-adek juga tetep support dan bikin ketawa, memberi nasihat menyejukkan buat Teteh nya yang kadang suka lebay ini. Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
- Rhein punya pacar yang meski berjarak jauh, toh ternyata nggak 'mundur' waktu dikabari Rhein punya penyakit ganas. He still love and stay by my side, support, and make me laugh. Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
- Sudah sejak dulu Rhein belajar, hidup itu harus punya tujuan. Dan buatlah banyak rencana dalam menggapai tujuan itu. Meski masuk ke perusahaan impian itu menjadi salah satu rencana Rhein dan nggak tercapai, mimpi gue nggak berhenti begitu aja.
Rhein kecewa, pasti. Terutama banget kecewa karena kehilangan kesempatan untuk belajar banyak hal di perusahaan impian itu. Emang di kantor sekarang nggak bisa belajar? Bukan begitu. Layaknya sekolah, nggak mungkin kita ada terus di SD. Waktu bertemu dengan pihak redaksi di interview terakhir, Rhein merasa excited dan berharap banget bisa belajar banyak hal sama mereka. Terlihat jelas bagaimana obrolan-obrolan dengan mereka bergitu 'berisi' dan banyak ilmu yang bisa didapat. Apalagi nggak keterima karena tersandung kejadian yang tampak begitu miss-communication lab result ini. Belum lagi ortu dan pacar yang misuh-misuh karena kesel setengah mati sama hasil salah diagnosa ini. Hahaha...
Tapi ya sudahlah, manusia tempatnya salah. Begitu pula dengan lab medis. Yang terpenting adalah Rhein bisa menyadari ternyata ada banyak orang sayang sama Rhein. Mungkin Rhein sering lupa, cuek, lupa bersyukur. Lagipula kalau dirunut satu demi satu, toh Rhein menjalani medical check up di rumah sakit itu tanpa rencana, dengan hasil nggak memuaskan yang bukan keinginan Rhein. Kebetulan saja Rhein baru pulang backpacking dan sedang diare, jadi hasilnya nggak bagus. Backpacking sudah direncakan jauh-jauh hari, medical check up tidak Rhein rencanakan. Dengan hasil seperti ini, pasti sudah menjadi rencana Tuhan... :). Well, tampak seperti Tuhan sedang bercanda dalam kejadian ini, ya. Dan Rhein suka... Pasti setelah semua ini bisa dilewati, Rhein akan 'naik kelas'.
Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Yang penting sekarang, Rhein tetap jaga kesehatan, tetap 'bermain puzzle' rencana dan mimpi ke depan. Setidaknya, dari ikut seleksi tahap awal sampai akhir di perusahaan impian itu, secara skill dan potensi Rhein diakui. Yes, I'm awesome. Tetap senyum, semangat, dan narsis!
Tapi ya sudahlah, manusia tempatnya salah. Begitu pula dengan lab medis. Yang terpenting adalah Rhein bisa menyadari ternyata ada banyak orang sayang sama Rhein. Mungkin Rhein sering lupa, cuek, lupa bersyukur. Lagipula kalau dirunut satu demi satu, toh Rhein menjalani medical check up di rumah sakit itu tanpa rencana, dengan hasil nggak memuaskan yang bukan keinginan Rhein. Kebetulan saja Rhein baru pulang backpacking dan sedang diare, jadi hasilnya nggak bagus. Backpacking sudah direncakan jauh-jauh hari, medical check up tidak Rhein rencanakan. Dengan hasil seperti ini, pasti sudah menjadi rencana Tuhan... :). Well, tampak seperti Tuhan sedang bercanda dalam kejadian ini, ya. Dan Rhein suka... Pasti setelah semua ini bisa dilewati, Rhein akan 'naik kelas'.
Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Yang penting sekarang, Rhein tetap jaga kesehatan, tetap 'bermain puzzle' rencana dan mimpi ke depan. Setidaknya, dari ikut seleksi tahap awal sampai akhir di perusahaan impian itu, secara skill dan potensi Rhein diakui. Yes, I'm awesome. Tetap senyum, semangat, dan narsis!
Aku cantik cantik dari hatiku~~~ *plak* |
Love is real, real is love. -John Lennon-
Comments
Pasti ada kesempatan yg lebih baik lg dari ini. :D
Btw, selamat yaa...! Meskipun tetep nggak jd masuk di perusahaan itu, menurut gw, lo beneran udah lolos dan itu keren! ;)
jangan2 dimanipulasi yak? -_-"
no worry lah rein. lo kan udah tau kemampuan lo sampai dimana sekarang.
perusahaan lebih bagus dari itu jg lo pasti lulus,
tunggu aja tanggal mainnya. k :D
Meski ga jadi masuk sana dan mungkin udah di-black list.. Ya sudahlah.. :D
Hello, dear.. :)
Sebenarnya, kerahasiaan antar pihak medcheck dan perusahaan itu memang ada benarnya. Mungkin kamu bisa telepon bagian HRD yang selama ini mengurus perekrutan dan minta info baik2 di mana letak ketidaksehatan kamu. Bilang saja alasannya karena ingin tahu tidak sehat di bagian apa dan kamu ingin segera melakukan pengobatan jika memang berbahaya, karena toh untuk kebaikan kamu nantinya.. :)
beneran :)